BLOKIR 'PENYAKIT' SOSIAL DENGAN LITERASI



Kebiasaan untuk tidak bisa diam dan kebiasaan tidak menerima sesuatu dengan pasrah adalah kebutuhan utama kemajuan (Thomas Alfa Edison)

Kamis (20/12/2018), tepat pukul 10 wita, saya menerima buku ‘PADA JALAN PAGI YANG SEHAT, TERDAPAT INSPIRASI YANG KUAT, Karya: Saverinus Suhardin.

Tanpa menunggu lama, buku ini langsung dilahap. Ada 2 alasan yang melatarbelakanginya. Pertama, kebiasaan untuk tidak bisa diam. Pernyataan Edison ini, mau menegaskan bahwa untuk menggapai perubahan baik untuk diri maupun lingkungan, maka setiap individu harus belajar. Dengan belajar, banyak hal diketahui. Oleh sebab itu, belajar tidak mengenal usia, bahkan setiap tempat akan dijadikan ilmu dan setiap orang adalah perpustakaan. 

Sebaliknya, jika berkeinginan untuk mati sebelum saatnya, silakan berdiam diri, juga menampilkan diri paling pintar, paling hebat dan paling yang lainnya. Ya, silahkan memilih. Dan syukur, saya memilih untuk belajar. Bagi saya, belajar mengajarkan soal kerendahan hati, membuka diri untuk dilengkapi oleh sesama. Inilah pemaknaan konkret terhadap status saya sebagai makhluk sosial.

Kedua, kebiasaan tidak menerima sesuatu dengan pasrah. Lagi-lagi, Edison yang menggugah saya untuk tidak pernah berhenti membaca dan menulis. Ya, memang benar, bahwa dengan membaca dan menulis, saya tidak pernah menjadi kaya. Namun, perlu diketahui bahwa dengan menulis dan membaca, saya bisa mengelilingi dunia secara gratis. Apakah yang berduit, lalu malas baca, tulis dan malas beli buku, bisa keliling dunia? Jika jawabanya ya, itu jawaban omong kosong.

Jadi, alasan atas sikap saya membeli buku ini dan cepat melahapnya bukan karena judulnya assekkkk, atau pun karena Bung Saverinus sahabat pena. Bukan itu. Dan memang bukanlah itu, tujuannya.

Alasan mendasarnya adalah karena 2 hal di atas. Itulah alasanya. Titik. Jika Om Thomas Edison masih hidup, maka saya akan mencium kakinya. Tapi, syukur masih tersisa tulisanya yang berhasil kucium dan menjadi napas yang mendorong saya dan juga sahabtku Saverinus, untuk tidak boleh diam dan tidak boleh pasrah. Terima kasih ya om Edison.

Setelah membaca buku ini. Akhirnya saya pun menyadari kekurangan saya, ternyata banyak sekali. Khususnya tentang kesehatan. Akhirnya saya menjadi tahu. Terima kasih, ya Bung Saverinus. Seorang Dosen kesehatan, lalu menulis tentang kesehatan. Cieee makin Assek. Berbagai pengalaman konkrent serta teori dipadukan dengan realitas. Itulah yang membuat buku ini, terasa obat yang paling mujarab untuk berpikir sehat dan cerdas. Ingat ini obat untuk berpikir cerdas bukan obat-obat hoaks lain, seperti obat kuat, obat memperbesar kemaluan dll, yang akhir-akhir ini lagi trending topik di medsos dan sedang menghegemoni otak dan hati semua orang.

Lebih mujarab dan semakin asik ketika saya membaca beberapa artikel tentang isu pertanian, pendidikan, dan hoaks sebagaiman termaktup dalam buku ini. Apakah saya heran? Tidak. Mengapa? Ya, orang yang hidupnya bernapaskan literasi, tidak akan pernah menempatkan dirinya pada posisi nyaman, diam, dan adem-adem saja. Sebaliknya, segala sesuatu baik yang sederhana maupun yang sulit mampu dihadapi dengan bijak.

Profesionalitas sesuai bidang yang dipelajari atau digeluti, hanyalah salah satu faktor untuk memperkuat kapasitas diri. Bukan untuk membentengi diri, bahwa saya hanya bisa tulis atau kerja sesuai bidang yang saya pelajari lalu menolak yang lain, hanya karena bukan bidangnya saya. Ini penting. Dan sudah dibuktikan oleh penulis buku ini.


Selanjutnya, melalui: Pada Jalan Pagi Yang Sehat, Terdapat Inspirasi Yang Kuat, penulis telah menunjukan kepedulihannya terhadap keterpecahan realitas sosial yang terjadi. Yang tidak hanya terbatas pada aspek kesehatan, tetapi semua aspek hidup. Seperti malas baca, malas beli buku, malas jaga kesehatan: baik diri, keluarga, sasama dan lingkungan serta kurang peduli terhadap ketidakberesan sosial lainnya. Inilah “penyakit” yang saya maksudkan. Dan “penyakit-penyakit” ini hanya bisa diberantas, jika setiap orang memaknai dan menerapkan apa yang dikatakan oleh Thomas Alfa Edison.

 

Bahwa untuk setiap ketidakberesan haruslah diblokir dengan semangat untuk tidak boleh diam dan pasrah, biar perubahan itu, digapai secara kolektif, bukan hanya segelintir orang. Dan Bung Saverinus, sedang melakukan perubahan itu.Tidak sebatas profesinya, tetapi lebih daripada itu, dia telah menunjukan nilai lebih bahwa memblokir “penyakit” tidak diartikan secara horizontal tetapi menjangkau semua aspek. Semisal guru yang malas baca adalah penyakit.

Akhirnya, saya secara pribadi mengucapkan proficiat dan terima kasih kepada Bung Saverinus. Karyamu telah menjadi obat handal dalam memblokir berbagai “penyakit” sosial. Teruslah menulis, sebab dengan menulis anda takkan pernah mati hingga keabadian*

Posting Komentar

1 Komentar