Covid-19 selain telah melenyapkan banyak nyawa, namun juga menghadirkan banyak lelucon yang tak semestinya jadi lelucon. Sebelum lebih jauh tulisan ini berlayar, saya coba mengajak Anda sekalian untuk sekadar menoleh ke belakang barang sejenak.
Masih ingatkah kita pada sosok mantan Mendikbud Muhadjir Effendy? Kalau ada yang sudah lupa, saya bantu viralkan ya. Saat ini, Bapak Effendy adalah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Kalau mau jujur, hingga detik ini pun saya belum melihat dan memahami apa yang sudah dilakukan. Pembangunan manusia dan kebudayaan Indonesia yang seperti apakah itu.
Jadi begini kawan-kawanku. Pada tahun 2019 lalu, ketika Muhadjir Effendy masih menggenggam label yang terhormat yakni Mendikbud RI, beliau pernah kaget. Bahkan sangat kaget. Bapak kita yang hebat ini, kaget lantaran di Indonesia masih banyak guru honor yang sudah puluhan tahun bekerja tapi gajinya masih di bawah satandar kemanusiaan (kompas.com, 28/02/2019). Sudah begitu pembayaranya try wulan dan selalu tidak tepat waktu.
Bagi saya yang adalah seorang pendidik yang mengabdi di daerah terpencil Flores-NTT yang belum “merdeka” dari terang listrik dan sinyal, guru honor dengan gaji yang kayak gitu adalah biasa. Dari dahulu hingga kini, memang begitu adanya.
Buktinya, kekagetan Effendy pada masanya tak pernah mengubah apa-apa pada nasib guru honor hingga detik ini. Untuk itulah, kekagetan Effendy hanyalah lelucon yang tak perlu di kagetkan.
Yah. Lelucon yang lalu biarlah berlalu. Sekarang arahkan pikiran kita pada Mendikbud yang baru yakni Yth, Bapak Nadiem Makarim yang katanya pintar bahasa inggris, bergaya milenial, dan berjanji dalam 100 hari kerjanya akan buat banyak gebrakan baru.
Namun pada kenyataanya, hingga covid-19 datang menyerang Indonesia, Nadiem belum mengubah apa-apa sih. Wajah pendidikan tetap muram. Bahkan harapan agar Bapak Nadiem bisa merespon kekagetan Bapak Effendy pun hanyalah mimpi. Yang ada malah semakin menjauhkan dirinya dari jeritan para guru honor. Hal ini semakin menyata ketika pada kenyataanya saat ini, kebijakan untuk memerdekakan guru honor nyaris tak ada. Mungkin takkan pernah ada. Alhasil, guru honor sekali jadi korban, selamanya pun tetap jadi korban. Sedih.
Belum bosan dengan Mendikbud lama yang tukang kaget tanpa praksis itu, saat ini lagi-lagi Mendikbud baru mewariskan kekagetan lagi. Nadiem kaget karena masih banyak daerah di Indonesia yang tidak memiliki listrik hingga jaringan telekomsel. Padahal jika telusuri, kekagetan Nadiem menjadi tak nyambung sebab bukan menjadi tanggung jawabnya. Seandainya, Nadiem kaget karena banyak guru honor yang masih menerima gaji selalu tak manusiawi, itu ada nyambungnya. Dan saya yakin pasti ada usaha untuk menyelesaikan persoalan yang sudah membusuk ini.
Walau begitu, saya senang dengan Nadiem Makarim terkait perihal kekagetanya itu. Saya berpkir begini; jangan-jangan Nadiem Makarim sedang membuat satire terhadap Menkominfo, Bapk Jhoni G. Plate, yang hingga detik ini pun juga belum menampakan cara-cara kerjanya untuk mengeluarkan daerah-daerah tertinggal dari kegelapan maut. Ini perlu kaget.
Akhirnya, terhadap beragam kekagetan yang sudah disutradarai oleh 3 Menteri RI yang terhormat di atas, sebagai masyarakat kecil dan juga seorang pendidik yang mengabdi di daerah terpencil, saya layak berharap akan dua hal.
Pertama, tentang kekagetan Nadiem Makarim. Harapan saya, semoga dapat membawa berdampak baik. Paling kurang pasca covid-19, para guru honor sudah bisa tersenyum. Pastinya dengan gaji yang berperikemanusiaan. Dan tak ada lagi sesuka hati menelurkan kebijakan yang selalu berpatok dari rahim pusat tanpa mempertimbangkan realitas rahim daerah terpencil yang belum layak untuk menerima kelahiran anak buatan Istana itu.
Sebab sangatlah wajar jika kebijakan pendidikan untuk daerah-daerah terpencil harus di buat berdasarkan keadaan riil daerah bersangkutan. Itu berarti jangan pernah memaksa kami yang berada di daerah terpecil ini untuk mengikuti kemauan pusat istana yang sudah serba gemerlap dan online itu. Semisal, untuk Ujian Nasional Berbasis Computer selama ini, kami sangat tertatih-tatih oleh persoalan listrik, sinyal, dan keterbatasan komputer.
Kedua, Jhoni G. Plate, pantas kaget
oleh kekagetan Nadiem Makarim. Saya beraharap kekagetan Nadiem bisa direspon
secara cepat oleh Jhoni G. Plate. Sebab ketiadaan listrik dan sinyal adalah
persoalan klasik yang terus melanda daerah-daerah terpencil di Indonesia. Untuk
Flores sendiri, masih banyak daerah yang tinggal dalam kegelapan. Dan pastinya,
Bapak Jhoni lebih tahu karena beliau berasal dari Flores.
Selain itu, saya yakin Bapak Jokowi punya pertimbangan khusus mengangkat Jhoni G. Plate manjadi Menkominfo. Bisa jadi karena Flores adalah salah satu daerah tertinggal dan sebagian besar masih tinggal dalam kegelapan.
Namun jika kekagetan Nadiem Makarim di atas hanyalah bagian dari akal-akalan untuk melempar batu sembunyi tangan, atau sekadar mengumbar rasa empati yang walaupan tak ada rasa itu, maka antar Effendy dan Nadiem sama saja. Sama-sama jadi Mendikbud masih memiliki hobby menjadi tukang kaget.
Sebaliknya, jika kekagetan Nadiem tidak ditanggapi oleh Jhoni G. Plate, maka kita sepakat ternyata 3 menteri ini hanya pandai bikin kekagetan. Namun terlepas dari semua itu, saya sebagai masyarakat kecil sangat yakin bahwa ketiga menteri ini memiliki kapasitas yang mumpuni untuk bersama-sama membangun bangsa yang besar ini menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, tentunya.
Sumber Referensi: https://amp.kompas.com/regional/read/2019/02/28/20503571/mendikbud-kaget-masih-banyak-guru-yang-mengabdi-20-tahun-tetapi-masih
2 Komentar
begitulah kekagetan, mau disebut lelucon, atau apapun itu, kiranya tidak mengurangi niat baik mereka menjadi pejabat pembantu presiden
BalasHapusitu sudah guru
Hapus