Suara Redaksi.....................
Salam Ratu Damai!
Selamat berjumpa anak-anak Regina
Pacis dimana saja berada. Kiranya, terbitan keempat ini mampu melecut
persaudaraan kita dalam rangkulan Bunda Regina Pacis yang kita cintai. Kiranya
Bunda Regina Pacis menampung segala air mata, perjuangan dan kerja keras kita
dalam kirbatnya. Seperti kata pemazmur: “Sengsaraku Engkaulah yang
menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya
telah Kaudaftarkan?” (Mazmur 56:69).
Masa ini adalah masa sulit. Pandemi
covid telah melumpuhkan banyak aktivitas, tak terkecuali pendidikan. Larangan
berkumpul dengan sederet protokol kesehatan, memaksa kita harus patuh. Itulah
yang kita hadapi saaat ini. Kegiatan pembelajaran dihentikan pelaksanaannya secara
tatap muka. Kerja keras dengan deraian ‘air mata’ mengiringi kita menyongsong
perubahan yang datang tanpa tawar menawar. Suka atau tidak suka. Kita pun harus
berjibaku dengan perubahan sistem pembelajaran cara daring (dalam jaringan) yang belum pernah dibiasakan sebelumnya.
Seperti melewati ‘lobang jarum’
begitulah kepala sekolah, bapa ibu guru, terutama tim IT, satu persatu
meloloskan dan merancang proses demi proses sehingga mencapai bentuknya. Dan
ternyata dalam situasi ‘terjepit’ sekalipun, kita semua (para siswa) mampu
beradaptasi dengan sistem yang belum mejadi budaya dalam pembelajaran kita.
Tentu perubahan ini merembet ke berbagai lini, seperti internalisasi aspek
pengetahuan, penanaman nilai/sikap, dan keterampilan. Kita seperti harus
me-reset (ulang) sistem yang sudah lama terpatri dalam budaya belajar kita. Mindset kita pun ‘dipaksa’ harus ubah,
kalau tidak ingin ketinggalan.
Tidak berlebihan, kalau perjuangan
kita dimasa sulit ini dianalogikan dengan penderitaan dalam cucuran air mata. Walau begitu, kita
mesti tetap ingat bahwa kesengsaraan dan air mata tidak selamanya identik
dengan stres yang sering berdampak buruk.
Karena semuanya itu justru telah menumbuhkan kreativitas, produktivitas,
inovatif dan semangat juang yang tak pernah kalah.
Mengapa? Karena kita percaya –
dengan pertolongan Tuhan – dan kerendahan hamba-hamba-Nya (ditangan yang
tepat) penderitaan dan air mata dapat menjadi inspirasi yang menghasilkan perubahan,
sehingga kita mampu menuai prestasi dan penghargaan. Dan kerja keras penuh
keyakinan inilah, akan mampu menempatkan sekolah kita sebagai sekolah yang
unggul, karena melewati masa uji yang sulit ini.
Mungkin kita ingat: kecelakaan
tragis putra kecil Eric Clapton dari lantai 53 – yang telah membuatnya sangat
terguncang kejiwaan selama sebulan, namun akhirnya lahirlah lagu Tears In Heaven, yang liriknya sungguh
menggugah hati dan telah menginspirasi jutaan orang. Suatu saat melewati masa
ini kita harus buktikan, bahwa anak-anak Regina Pacis telah ‘lulus’ di masa
sangat sulit ini. Saat itulah, Bunda Regina Pacis akan menjadi inspirasi banyak
orang.
Memang, pandemi covid 19 adalah
pedang zaman yang telah membelah waktu. Mengubah sejarah menjadi multi tafsir.
Melatih manusia bertekuk lutut. Meluluhkan gelombang kecongkakan. Jangan
sampai, lima bulan sudah berlalu, belum cukup mengubah perilaku. Kita harus
bersyukur, bahwa kita sudah melewati masa sulit ini, dan kita bisa.
Waktu kita masih panjang. Namun,
perubahan-demi perubahan mulai kita toreh. Dan, meraih perubahan tidak pernah
sekali jadi. Karena di bawah langit yang biru ini, tidak ada yang abadi,
kecuali perubahan. Karena itu kita akan terus berjalan dalam sejarah waktu yang
multi tafsir ini.
Kepala Sekolah kita, Hendrianto E. Ndiwa, saat pembukaan tahun ajaran baru 2020/2021
melecut kita dengan ungkapan: “Jalan terindah dalam kehidupan ini adalah
SYUKUR”. Itu hanya terwujud pada orang-orang yang bersyukur dengan mulutnya,
dihayati dengan hatinya, dan mengaplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Mengaplikasi dalam perjuangan praksis menuju perubahan.
Itu artinya, SYUKUR harus berdampak
pada sikap, bahwa tidak ada sesuatu yang pernah terjadi dan akan terjadi tanpa
kekuatan tangan Tuhan. Dari sini, kita harus menundukkan kepala, bersujud bahwa
sesungguhnya kita manusia yang lemah dan tak berdaya. Tanpa pertolongan Tuhan
dan sesama kita rapuh. SYUKUR seperti inilah yang kemudian akan membentuk iman
yang teguh.
SYUKUR juga harus berdampak pada
sikap memberi. Memberi bukan hanya materi, tetapi membagi pengetahuan, skill dan keteladanan bagi kebaikan
banyak orang. Para guru telah menyiapkan segala perangkat pembelajaran dalam jaringan (daring) melalui tenaga IT
yang handal, lalu dibagikan kepada semua anak-anak Regina Pacis. Dan hari ini,
ternyata kita semua dapat menggunakan teknologi dalam pembelajaran online dengan baik.
Para guru mendampingi para siswa
mengaplikasinya, dan siswa yang satu dapat memberi tutorial kepada siswa yang
lain. Semuanya bahu-membahu dalam sikap soliditas yang tinggi. Anak dari desa
yang mungkin tidak pernah menggunakan HP, hari ini justru sudah mahir gegara
pembelajaran online. Orang tua
menyisihkan rezekinya, bukan hanya untuk membayar uang sekolah dan kebutuhan
lain, tetapi juga beli HP dan pulsa, bahkan. Memang, Tuhan membuat segala
sesuatu indah pada waktunya!
Sampai di sini, kita tentu bertanya,
ini semua kerja siapa? Bagaimana caranya? Jawabannya, bukan kerja siapa-siapa,
tetapi kerja kita semua dalam nada SYUKUR. Menempuh cara ini karena didorong
oleh getaran SYUKUR dari semua yang terangkul dalam pelukan Bunda Regina Pacis.
Tidak heran, jika kini tumbuh budaya baru dalam proses pembelajaran di sekolah
kita. Dan, budaya itu sedikit-demi sedikit menguat dalam perilaku sehari-hari.
Semuanya berjalan dalam persaudaraan kasih.
Kita memang tidak pernah terbayangkan
semua terjadi begitu cepat. Seperti halnya banyak orang tidak pernah menyangka
cara kerja covid 19 merebak sampai jauh. Mata orang bersyukur selalu melibat
musibah secara positif. Sebaliknya bagi orang yang tak tahu bersyukur, melihat
secara negatif. Hasilnya akan berbeda pula. Yang berpikir positif selalu ada
jalan keluar, sebaliknya yang berpikiran negatif selalu menimbulkan masalah baru bahkan
menyalahkan ini dan itu.
Mengantisipasi pandemi yang kini
sudah memasuki lima bulan, kita tidak boleh mati langkah, justru selalu
memunculkan langkah baru yang kreatif untuk terus TEROBOS. Ini adalah
kerja-kerja orang yang selalu bersyukur. Kerja orang-orang yang bersykur adalah
kerja dalam diam, dalam hening, dan dalam kesunyian.
Melewati terobosan demi terobosan,
Bunda Regina Pacis seperti melewajti ‘Jalan Sunyi’ Sesuatu yang monumental
selalu dikerjakan sedikit orang di ‘Jalan Sunyi’. Orang yang memilih menyepi,
otomatis ia menempuh jalan sunyi. Ia harus siap dianggap berbeda. Bahkan, dalam
satu waktu, orang lain akan menganggapnya tidak ada. Namun ibarat akar, yang
selalu dianggap tidak ada, tetapi dari kokohnya pohon dan buah yang melimpah
orang akhirnya tau darimana ‘nutrisi’ diasup. Itulah JALAN SUNYI REGINA PACIS!
Simaklah dengan cermat dan hayatilah
berbagai tulisan pada media kita Ratu Damai edisi empat kali ini, karena dari
sana kita akan mendapat sari, bahwa kita sedang melewati masa sulit, dan masih
terus mengarunginya. Namun kita bersyukur bahawa terobosan-terobosan kecil
dapat kita lewati.
Simak tulisan utama tentang “Jalan
Sunyi Regina Pacis”, pengalaman para guru dan siswa selama masa transisi yang
sulit ini, hingga mampu beradaptasi dengan cara baru dalam belajar. Ada juga
opini/keluh kesah guru dan siswa. Puisi siswa yang sedikitnya menggambarkan
situasi sulit masa pandemi, berbagai berita yang menggambarkan dinamika
kehidupan sekolah kita, cerpen, hingga sejumlah prestasi yang ditoreh justru di
masa sulit, pandemi covid 19 ini. Kisah-kisah ini adalah representase ‘Jalan
Sunyi’ itu. Jalan mencapai perubahan demi perubahan, untuk kejayaan Regina
Pacis yang kita cintai dan banggakan ini.*
0 Komentar