http://gurupenggerakindonesia.com/

Mengawali tulisan sederhana ini, saya memulai dengan konsep perubahan. Untuk membawa cara pandang seorang pendidik tentang perubahan secara mendalam, maka pendapat dua tokoh berikut ini saya kedepankan.

Wiliam F. Ogburn memberikan pandangan bahwa perubahan sosial menekankan pada kondisi teknologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial, seperti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat. Sedangkan Robert Maclver menegaskan bahawa perubahan sosial sebagai perubahan dalam hubungan sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (Kun Maryati & Juju Suryawati, Sosiologi SMA Kelas XII, hlm, 5).

Dari dua pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial identik dengan pola pikir dan sikap secara konkret. Dan dari perubahan pola pikir itulah, keseimbangan (equilibrium) dalam hidup di tengah kemajuan teknologi dapat terjadi. Karenanya, perubahan adalah realitas urgen yang harus diterima, dialami dan dihidupi oleh siapa pun dengan status apa pun juga.

Bagaimana konteks perubahan dari cara pandang seorang guru dan mengapa guru harus melek teknologi? Pertanyaan reflektif sekaligus menggugat inilah yang menjadi fokus ulasan ini. 

Sebagai seorang pendidik yang keseharian hidup identik dengan mendidik peserta didik (mengajar dan menjadi teladan) dalam semua aspek hidup, saya perlu mensharingkan pengalaman saya selama menjadi guru kurang lebih masuk tahun ke-7 pada lembaga pendidikan SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa-NTT pada khususnya dan juga realitas desain Kegiatan Pembelajaran (KBM) dari para guru pada umumnya.

Pertama, KBM luring. Sebelum pandemi covid-19 melanda Indonesia, biasanya KBM luring adalah pilihan utama. Khusus untuk para pendidik SMAS Katolik Regina Pacis pada umumnya 90% pemahaman dan juga penerapan KBM masih sebatas menggunakan spidol, papan tulis, ceramah, penugasan, dan diskusi kelompok. Sedangkan desain pembelajaran berbasis teknologi masih jauh panggang dari api. Semisal, para guru enggan menggunakan LCD dan video pembelajaran yang menarik. Dampaknya, peserta didik cepat merasa jenuh dan membosankan.

Kedua, KBM daring. Tak dapat dimungkiri, terlepas dari dampak negatif yang timbul dari pandemi covid-19, ada juga dampak positifnya. Dalam konteks pendidikan, covid-19 dipahami sebagai realitas sosial yang mengharuskan para pelaku pendidikan (guru dan murid) untuk tidak bisa lagi berdiam diri. Apalagi pasrah dan tetap tinggal pada zona nyaman, itu tak boleh terjadi. Sebaliknya, jika sikap kepasrahan yang dikedepankan, maka proses pendidikan yang terarah dan miliki orientasi humanis akan mati sebelum saatnya.

Hemat saya, selain pentingnya memiliki daya juang tanpa henti, namun satu aspek yang tak kalah pentingnya adalah guru harus melek teknologi. Sebab guru yang melek teknologi, akan memiliki segudang kreativitas untuk mendesain dan mengelola KBM daring secara profesional. Oleh karena itu, saya merasa penting untuk mengisahkan sedikit realitas pengelolaan pembelajaran daring yang dikemas oleh civitas SMAS Katolik Regina Pacis selama covid-19.

Sebelum memasuki tahun ajaran baru 2020-2021 para guru mengikuti pelatihan penggunaan aplikasi pembelajaran daring seperti google classroom (GCR), edmodo, dan zoom. Untuk memperlancar kegiatan dan proses pembelajaran via daring, guru tikom juga mulai mencoba membuat aplikasi-aplikasi pendukung dan tepat sasar, tentunya. Selain itu, melalui media sekolah (Funpage Facebook SMAS Katolik Regina Pacis) pihak lembaga juga mulai melakukan sosialisasi kepada peserta didik dan orang tua terkait cara penggunaan media pembelajaran dan hal lainya secara benar.

Beberapa kegiatan yang dilakukan secara daring dan keberhasilanya mencapai 90% adalah pendaftaran murid baru, kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS), Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Tengah Semester (UTS), pembayaran keuangan sekolah melalui BRI Virtual Account, hingga kepada survei karakter dan Asesmen Kompetisi Minimum.

Selain itu, realitas yang tak kalah pentingnya lagi adalah para pendidik SMAS Katolik Regina Pacis 100% sudah mampu mendesain dan mengelola pembelajaran secara online. Buktinya, untuk sementara sudah 7 bulan kami menjalaninya dengan penuh tanggung jawab dan profesional.

Salah satu realitas sikap profesionalitas yang dipraktekan oleh para guru adalah mampu mendesain pembelajaran daring dalam bentuk video dan juga materi-materi yang mampu membangkitkan imajinasi dan daya kritis peserta didik dalam mengelaborasi serta menganalisis hingga kepada menemukan jawaban dan solusi yang argumentatif. Karenanya, dua hal urgen yang harus ada dalam pembelajaran daring melalui GCR dan edmodo adalah penjelasan materi dan juga pemberian quis atau soal-soal analisis.

Guru Melek Teknologi

Mendikbud pernah berujar bahwa akan ada perubahan wajah pendidikan pasca corona. DetikNews, 02/05/2020 melansir berita dangan tajuk; “Usai Pandemi Corona, Nadiem Sebut Sektor Pendidikan dan Kesehatan Berubah”. Nadiem sangat berkeyakinan bahwa dengan adanya penerapan pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara online, para siswa dan guru sekaligus akan dimampukan dalam hal melek berbagai fitur yang ada dari software.

Oleh karena itu, guru melek teknologi adalah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Sebab hidup pada dunia kini identik dengan kemampuan teknologi dalam semua aspek hidup itu sendiri. Itu berarti, KBM luring maupun daring, sama-sama membutuhkan teknologi agar desain pembelajaran lebih menarik, tidak membosankan dan yang paling penting adalah membiasakan peserta didik melek teknologi dan juga bagaimana penggunaan teknologi secara bijak sejak dini.

Dan pada akhirnya, lebih dari sekadar desain pembelajaran menarik, namun guru yang melek teknologi justru akan mengalami beragam perubahan banyak aspek untuk bergerak maju dalam berkreativitas dan menjadi guru yang memiliki mental dan kepribadian yang tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan zaman dalam bidang pendidikan. Bahkan akan menjadi guru teladan baik dalam tutur maupun sikap. 

Dampaknya, guru terkait akan membudayakan sikap suka bicara dan berbuat berdasarkan peluang dan bukan berdasarkan risiko atau tantangan. Sebaliknya, tantangan akan diubah menjadi sebuah peluang untuk pengembangan diri menjadi pendidik yang lebih  kreatif dan berkarakter.

 Oleh Bonefasius Zanda-Pendidik SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa-Flores-NTT. Selain menjadi guru, penulis juga sebagai pemimpin redaksi Majalah Sekolah; Suara Ratu Damai dan juga sebagai pendamping debat Bahasa Indonesia bagi peserta didik yang memiliki minat dan bakat dalam berdebat.