AKU, GURU, DAN CORONA

bimbinganalumniui.com

Dampaknya, dunia pendidikan hanya ada gedungnya namun tak ada isinya. Oleh karenanya, agar proses pendidikan tetap berjalan, maka guru melek teknologi adalah keharusan-Bonefasius Zanda*

Keberadaan dan status saya kini tidak pernah dilepaspisahkan dari masa lalu. Bagiku, masa lalu semacam lemari emas yang menyimpan beragam emas, tentunya. Untuk itu menceritakan masa lalu adalah keharusan.

Bukan mau lebay. Bukan juga mau mengumbar keburukan atau kebaikan. Tapi, sekali lagi, masa lalu adalah lemari emas yang menyimpan beragam emas.

Karenanya, lemari emas itu mampu mengubah yang buruk menjadi emas. Sedangkan yang baik tetaplah menjadi emas. Untuk itu, emas tetaplah emas. Tak bisa diubah untuk menjadi karat. Namun yang karat bisa diubah menjadi emas.

Tentang aku. Aku dahulu ibarat corona. Virus corona masa lalu yang sering saya hidupi adalah kemalasan yang sering bikin guru kepala sakit. Bikin guru sakit hati. Bahkan sampai membuat mata guru menjadi gelap. Akhirnya berbagai benda disulap oleh guru menjadi rotan yang siap menguliti tubuhku.

Itulah corona masa lalu. Terlepas dari adanya kekerasan untuk melenyapkan virus corona dari dalam diri saya, tapi saya bersyukur guru telah membentuk saya sepertinya adaku saat ini yakni menjadi guru. Aku jadi guru karena guru.

Bagaimana dengan aku saat ini yang sudah menjadi guru? Menjadi guru kini sebetulnya sama dengan yang dahulu. Harus sabar. Harus berjuang tanpa kenal lelah. Dan jangan cepat putus asa atau steresssssssss. Hehehe. Sedangkan yang beda hanya pola dalam mendidik itu sendiri. Mengapa beda. Iya, sudah beda zaman. Jadi pola juga harus beda.

Namun jadi guru masa kini, semuanya jadi lebih beda. Kalau jadi guru dahulu, teknologi itu tidak penting. Bahkan sangat tidak penting. Tapi sekarang, jadi guru harus melek teknologi.

Walau begitu, secara pribadi saya seringkali sudah mati sebelum saatnya. Sebab saya sering memperagakan sikap-sikap untuk menjadi guru yang hidup pada zona zaman. Ini terbukti ketika belum ada corona, saya jarang gunakan teknologi dalam proses belajar mengajar bersama siswa.

Namun hadirnya corona, semuanya bukan hanya beda tapi memang sudah beda dan harus berbeda. Guru harus melek teknologi. Jika tidak, sekali lagi guru akan mati sebelum saatnya.

Dampaknya, dunia pendidikan hanya ada gedungnya namun tak ada isinya. Oleh karenanya, agar proses pendidikan tetap berjalan, maka guru melek teknologi adalah keharusan.

Pada titik ini saya merefleksikan kehadiran dan keberadaan corona dari dua perspektif. Pertama, keberhasilan pendidikan zaman dahulu, sesekali guru harus menjadi pribadi yang sangat sangar seperti virus corona itu sendiri. Kalau semuanya serba lembut, bisa jadi saya tidak bisa menjadi guru kini. Saya tidak sedang membenarkan proses atau gaya guru zaman dahulu. Hehehehehehe.

Kedua, satu sisi corona telah mematikan manusia. Namun di sisi lain corona telah membangunkan guru dari tidur pulas. Sebab hanya dengan memiliki tekad untuk bangunlah, guru kini bisa terhindar dari penyakit yang terus membenci teknologi.

Silakan pilih. Mau benci artinya siap jadi guru yang “mati”. Mau mencintai teknologi artinya akan jadi guru yang tetap miliki semangat yang tak pernah padam. Dan pada hemat saya, salah satu obat mujarab untuk melawan corona kini hanya dengan miliki sikap berani berubah dan mau berubah.

Terakhir. Guru tetaplah segalahnya. Teknologi tak bisa ciptakan manusia. Sebab faktanya, teknologi adalah hasil ciptaan manusia. Karenanya, sampai kapan pun teknologi hanyalah menjadi sarana untuk memudahkan guru dalam proses belajar mengajar.

Itulah guru. Baik dahulu maupun kini, guru tetaplah guru yang mampu mengubah yang karat menjadi emas.

Semoga saya tetap mencintai profesi yang mulia ini hingga Tuhan menjemputku.

Love untuk semua guru-guruku. Bagi yang sudah meninggal, semoga bahagia bersama para kudus di surga.

Selamat Hari Guru-25 November 2020.

 

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Ya, guru yang terus belajar mestinya terus berada di dalam ruang lingkup kerjanya dengan agar dapat mengikuti perkembangan zaman termasuk tidak gagap dan gagal memanfaatkan produk teknologi informasi dan komunikasi. Saya sepakat bahwa guru zaman ini sudah harus berani move on. Saya menulis tentang hal-hal ini pada buku saya yang terbit tahun 2015, salah satu artikel di dalam buku itu saya tulis tahun 2010. Terima kasih pak untuk artikel ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga saya bisa dapat pak guru punya buku e

      Hapus