Oleh
Bonefasius Zanda*
Hadirnya
Covid-19 telah mengubah semua aspek hidup manusia. Salah satunya adalah aspek
pendidikan. Jika sebelumnya, Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dilaksanakan
secara langsung, kini semuanya telah berubah.
Seperti
apakah dan bagaimanakah civitas SMAS Katolik Regina Pacis menjalankan tugas dan
kewajiban dari rumah, itulah intisari yang akan saya ulas melalui tulisan
sederhana ini. Untuk itu, izinkanlah saya untuk mensharingkan berbagai realitas
humanis yang telah dilakukan oleh para guru dan peserta didik seputar pengalaman
mengajar dan belajar dari rumah.
Lembaga
Pendidikan SMA Katolik Regina Pacis Bajawa-Flores-NTT, tempat saya mengabdi,
90% peserta didiknya berasal dari kalangan keluarga menengah ke bawah. Pada
umunya juga, peserta didik berasal dari kampung-kampung yang masih identik dengan
beragam keterbatasan.
Oleh
karena itu, dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, para guru SMAS Katolik
Regina Pacis Bajawa menggunakan beragam metode dan media pembelajaran seperti; geoogle
classroom, emodo, whatsapp, email, messenger. dan
penugasan rumah. Bagi siswa yang mampu membeli pulsa yang cukup, maka KBM
dilaksanakan via daring. Pemberian tugas dan proses konsultasi juga via daring.
Tugas-tugas yang sudah diperiksa dan memiliki catatan perbaikan, biasanya para
guru kembalikan kepada peserta didik via
daring. Ini penting, agar peserta didik dapat mengetahui kekuranganya dan
berusaha untuk memperbaiki kembali menjadi lebih baik.
Namun
dalam praksisnya, KBM via messenger justru lebih banyak diminati oleh peserta
didik. Sebab messenger ada mode
gratisnya yang bisa melakukan komunikasi, baik menyangkut materi belajar maupun
seputar motivasi yang intens antar guru dengan peserta didik itu sendiri.
Bagi
siswa yang kurang mampu dan berada di daerah yang tidak memiliki listrik dan signal, biasanya para guru melakukan
kunjungan rumah setiap akhir pekan menggunakan kendaraan roda dua. Juga
berjalan kaki jika bisa dijangkau.
Hal
ini terjadi selain karena persoalan ekonomi, juga karena berbagai kendala
seperti ketiadaan listrik dan signal.
Bahkan keadaan infrastruktur seperti jalan raya-lebih banyak yang belum layak.
Menyedihkan.
Pada
daerah-daerah tertentu signalnya ada,
namun hanya pada tempat-tempat tertentu yakni pada ketinggian bukit-bukit dan
harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Sedangkan setiap hari minggu, para
pendidik bersama peserta didik saling memberi motivasi melalui group messenger
atau WhatsApp kelas. Hal ini menjadi urgen, agar covid-19 tak mampu
menjauhkan, memisahkan atau mengasingkan guru dan peserta didik.
Buktinya,
lembaga SMAS Katolik Recis Bajawa sudah menggelar Ujian Akhir Semestr Genap dan
kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) 2020 secara online. Hebatnya
lagi, 90 persen (MPLS) dan (KBM) online
dapat berjalan dengan baik. Selain itu, sebelum ujian online berlangsung, Kepala Sekolah dan beberapa guru rela turun ke
kampung-kampung untuk mengindntifikasi para peserta didik yang mengalami
kesulitan dalam pembelajaran online.
Ini penting agar masa depan anak tidak dikorbankan, oleh ujian online
dan juga mau menegaskan bahwa seorang pemimpin dan juga guru haruslah menjadi
pelayan yang setia bagi peserta didik.
Tak
heran, di tengah berbagai tantangan terutama covid-19, Recis tetap menjalankan aktivitas pendidikan dengan penuh
tanggung jawab. Dan salah satu faktor pendukung di balik kesuksesan ini adalah tidak terlepas dari kepekaan lembaga yang menggunakan
dana Bantuan Operasional Sekolah (Bos) sebesar Rp.59.510.000 untuk membeli
pulsa bagi peserta didik dan dicairkan
melalui dua tahap.
Pendidikan
Belum Kalah
Hemat
saya, pengalaman mengajar dari rumah, kebijakan dan juga ikhtiar yang sudah
dibuat oleh lembaga pendidikan di atas adalah semacam penglegitemasian terhadap
perjuangan para guru, siswa, dan orang tua yang telah dengan keberanian yang
sungguh untuk meninggalkan zona zaman. Semisal, guru dan murid harus mampu
menguasai (Iptek). Apa pun alasanya harus bisa. Begitu pula orang tua, harus
menjalankan peran dan dan tugas ganda yakni pencari nafkah, pelindung dan juga
menjadi guru bagi anak-anak.
Jadi,
keberanian dan daya juga yang sudah sudah dipraktekan oleh para guru, siswa,
dan orang tua pada lembaga pendidikan SMAS Katolik Recis mau menegaskan bahwa
dalam situasi apa pun pendidikan belumlah kalah. Rupanya kehadiran covid-19
bukan menjadi alasan untuk pasrah. Sebaliknya dimaknai sebagai momen untuk bisa
berbenah diri dari yang biasa-biasa saja menjadi yang sangat luar biasa.
Memang, sesuatu yang negatif harus diubah melalui cara pandang yang positif
agar melahirkan daya yang positif pula. Dan pada akhirnya mampu membuat dunia pendidikan
belum kalah. Bahkan takkan pernah kalah.
Itulah
realias ikhtiar kami guru kampung. Bahwa sebagai guru kampung yang mengabdi di
daerah yang belum merdeka dari signal dan
listrik, kami tidak pernah pasrah pada situasi yang serba terbatas itu.
Karenannya, sudah sewajarnya realitas sikap yang dipertontonkan oleh para guru,
siswa, dan orang tua itulah yang mestinya membuat Mendikbud Nadiem Makarim dan
Menkominfo Jhoni G. Plate, kaget bukan main.
Tapi
sayang seribu sayang, Bapak lebih memilih kaget terhadap realitas miris yang
tak perlu dikagetkan yakni masih banyak daerah di Indonesia yang belum ada signal dan jaringan Semoga kekagetan
Mendikbud dapat membuat Menkominfo ikut kaget dan segera bertindak-bukan
bermimpi dalam tidur pulas di kamar istana negara yang sudah serba waoo dan online itu.
Catatan; Tulisan ini sudah pernah ditayangkan pada Majalah Sekolah Edisi ke-4
0 Komentar