Tak dapat
dimungkiri bahwa cikal bakal lahirnya Majalah Suara Ratu Damai (SRD) tidak
terlepas dari sosok Kepala Sekolah almarhum Bapak Rinu Romanus. Ini adalah
fakta yang tak terbantahkan. Mengapa? Berikut saya kisahkan sedikit sejarah
singkatnya.
Pada 8 Mei
2017, almarhum Bapak Rinu Romanus mengajak saya untuk sedikit
berbincang-bincang di ruangan kerjanya. Seperti biasa, Bapak yang karismatik
ini, selalu saja punya cara dan topik pembicaraan yang lucu namun berisi. Kali
ini, topik pembicaraanya adalah terkait bagaimana membangkitkan, menggerakan
hingga membudayakan kebiasaan literasi di sekolah.
Untuk segera
melakukan eksekusi, saat itu almarhum perintahkan saya untuk memanggil Wakasek
Kesiswaan, Bapak Herdin Ndiwa yang pada saat ini sudah menjadi Kepala Sekolah
SMAS Katolik Regina Pacis Bajawa.
Alamarhum Bapak Rinu Romanus, S.Ag
Kepala Sekolah SMAS Katolik Recis Bajawa
Masih dalam
situasi santai, akhirnya perbincangan kami menghasilkan satu kebijakan humanis
yakni menyiapkan wadah berkualitas yakni
majalah sekolah. Tanpa berpikir panjang, saya bersama Bapak Herdin Ndiwa menyanggupinya.
Bahkan langsung bersepakat pemberian nama majalah yakni Suara Ratu Damai. Menurut
alamarhum, ini nama yang tepat agar setiap civitas akademika Recis tetap menjadikan
lembaga ini sebagai rahim sumber kedamaian bagi banyak orang secara universal.
Kami mulai
bekerja. Melibatkan sesama yang memiliki hati dan niat baik untuk mengembangkan
bakat para generasi pun dilakukan. Salah satunya adalah Bapak Emanuel Djomba.
Dan menjadi salah satu sosok berpengaruh di balik terbitnya majalah SRD. Selain
itu, realitas humanis yang tak dapat dimungkiri juga adalah dukungan yang tak
pernah henti dari Bapak/Ibu guru, peserta didik, Yayasan, dan alumnus.
Edisi Pertama
Oleh karena
banyaknya dukungan itu, maka pada bulan Juni 2017, edisi perdana Majalah SRD
diterbitkan. Selanjutnya, pada Senin (17/07/2017) di launchingkan secara meriah
di halaman sekolah Recis. Pelepasan balon besar yang dirakit indah pada sebuah banner mini bergambar cover Majalah SRD
dilakukan oleh mantan Ketua Yayasan RD. Daniel Aka dan disaksikan oleh seluruh
civitas akademika Recis. Suasana penuh haru dan bahagia pun seakan mengusir
dinginnya kota Bajawa kala itu.
Semuanya
berubah jadi ceria oleh kehangatan momentum bersejarah itu. Tak berhenti di
situ. Pada tahun yang sama yakni bulan desember 2017 edisi kedua SRD pun
terbit. Selanjutnya, pada bulan Desember tahun 2018 edisi ketiga terbit lagi. Gebrakan
literasi sekolah terus bergerak maju.
Akhirnya, pada tahun 2018 lembaga Recis kembali mengukir sejarah baru yakni terbitnya buku antologi puisi siswa/i Recis. Dan pada bulan desember di bawah kepemimpinan Kepsek baru-Bapak Hendrianto Emanuel Ndiwa, Majalah SRD mengudara yakni terbit lagi untuk edisi keempat.
Pada titik ini, saya secara pribadi sungguh mengakui bahwa semua jejak sejarah yang telah terukir indah di atas, terkhusus cikal bakal lahirnya Majalah SRD sangatlah identik dengan figur kepemimpinan alamarhum Bapak Rinu Romanus. Realitas ini sangat sejalan dengan mimpi-mimpi besarnya sebagaimana terangkum dalam semboyan cetusanya yakni; “Elitis Dalam Mutu, Populis Dalam Pelayanan”.
Atas dasar
itulah, maka ulasan ini khusus dipersembahkan untuk alamarhum Bapak Rinu
Romanus. Mengapa harus demikian? Ya, agar spirit dan nilai-nilai keteladanan
yang sudah ditanamkan, dirawat, dan dihidupi oleh beliau samasa hidupnya,
terkhusus dalam memajukan dunia pendidikan, dunia perkoperasian dan juga gereja
tetap dinyalakan terus oleh kita semua.
Dan pada
kesempatan yang berahmat ini, saya merasa penting untuk mengutip kembali sambutan
almarhum bagian terakhir pada penerbitan Majalah SRD edisi kedua.
“Setelah tiba waktunya nanti, saat dimana saya tidak sebagai
kepala sekolah, harapan saya adalah selalu ada senyum dikulum saya maupun di
para civitas akademika, karena sejarah
akan terus berlanjut. Soal kemana setelah saya tidak lagi kepala sekolah, itu
urusan Tuhan. Saya hanya alat yang berarti bila dipakai-Nya. Siap menjadi
pelayan bagi sesama secara universal. Rencana Tuhan selalu indah pada waktunya.
Dan untuk saat ini, saya hanya untuk Recis sepenuhnya. Bagi saya, dengan banyak
memberi dan totalitas dalam dunia pendidikan dan gereja akan menuntun saya untuk
terus memberi diri dalam mencerdaskan banyak orang dan juga selalu mengajarkan
saya untuk bekerja secara jujur karena
lembaga pendidikan adalah rahim serta sumber kejujuran dan kebenaran.
Karena banyak melayani dengan semangat yang jujur, maka saya sangat yakin
segala mimpi besar saya akan tercapai”.
Buku Antologi Puisi Siswa Recis
Di akahir
goresan ini, saya hanya mau bilang begini; sudah banyak kisah perjuangan nyata
yang telah diteladani oleh almarhum. Oleh karena itu, kepergian almarhum
mengahadap Sang Khalik pada 7 Agustus 2019 yang lalu tak perlu membuat kita untuk
bersedih secara berkepanjangan.
Sebaliknya, yang paling penting adalah sebagai generasi penerus Recis, Koperasi dan Gereja, kita harus menjadi tongkat estafet yang handal dalam melanjutkan mimpi-mimpi almarhum, baik yang sudah tercapai maupun yang belum harus berusaha agar bisa tercapai. Sebab tanda terima kasih dan cara kita untuk mencintai serta mendoakan almarhum agar bahagia di surga hanya dengan ikhtiar-ikhtiar praksis bukan teori indah minim praksis. Semoga.
Oleh Bonefasius Zanda
Pimred Majalah Suara Ratu Damai
2 Komentar
Menginspirasi Pak
BalasHapusTerima kasih
Hapus