Dalam memaknai pergantian tahun, saya amat yakini, pastinya setiap orang, memiliki beragam cara, komitmen dan harapan. Misalnya, pada pergantian tahun 2019 ke 2020 yang lalu, saya bersama istri pernah bercita-cita agar pada tahun baru 2020, kami sudah memiliki tanah dan rumah. Namun hingga kini di penghujung tahun 2020, cita-cita itu belum terealisasi. Karenanya, kisah ini hanyalah satu contoh harapan yang belum digapai. Jadi tidak masuk kategori cerita lama yang layak melegenda dan ditinggalkan. Sebab cita-cita itu tetap kami perjuangkan pada tahun 2021 nanti. Hahahaha.
Seperti apakah cerita lama yang melegenda dan patut ditinggalkan? Berikut coba saya paparkan seperti air yang mengalir. Hemat saya, kita sekalian adalah pelaku pembuat cerita pada tahun 2020. Suka dan duka adalah dua fakta yang selalu mengiringi kisah hidup kita, tentunya.
Satu cerita buruk yang telah melahirkan duka mendalam bagi hidup umat manusia pada tahun 2020, bahkan berlanjut pada tahun 2021 adalah pendemi covid-19. Kehadiran virus paling berbahaya ini, telah membuat tahun 2020 menjadi berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, manusia mengalami berbagai perubahan. Mulai dari perubahan cara pandang, hingga kepada perubahan perilaku. Suka tidak suka, harus berubah dan harus menerima perubahan itu sendiri.
Apakah covid-19 masuk dalam kategori cerita lama yang melegenda dan patut ditinggalkan? Entahlah, kita semua belum tahu. Namun yang pasti, covid-19 akan semakin melegenda dan tak bisa ditinggal pergi begitu saja. Alasanya, karena masih banyak manusia yang justru mengais dan mendapatkan rezeki melalui covid-19 itu sendiri.
Oleh karena itu, tak perlu heran jika kini perilaku korup yang disutradarai oleh para pejabat negara semakin menjadi-jadi. Sadis bukan. Padahal, sudah amat jelas bahwa corona telah menelan banyak korban nyawa. Juga melumpuhkan banyak aspek hidup.
Namun mirisnya, masih ada pejabat yang berani berenang di air keruh. Minumpun jadi. Hehe, ada-ada saja ya, pejabat NKRI tercinta ini.
Di sana-sini juga, rahim NKRI juga terus di gerogoti oleh berbgai persoalan seputar intoleran dan teroris. Agama acap kali dijadikan kuda tunggangan oleh kaum elit yang rakus untuk tak boleh jauh dari kursi kuasa. Sebab dengan kuasa, segala sesuatu dapat dibeli dengan mudah-semudah-mudahnya. Akhirnya, politik kepentingan telah menjadi agama baru yang harus disembah sujud oleh para pejabat yang hidupnya bernapaskan duit dan kursi kekuasaan.
Berhadapan dengan beragam soal ini, pada banyak kesempatan, Jokowi justru hobi mendengungkan, bahkan terus mengagungkan dua ucapan yang sudah mengurat akar dalam pikiranya.
Pertama, “Saya akan bertindak tegas dan tak melindungi pejabat yang terlibat korupsi”. Dan saya ingat betul, pernyataan ini keluar saat penetapan tersangka pembantunya, Mensos Juliari Batubara. Sejauh mana proses hukumnya, hingga kini belum jelas. Bahkan masih berbelit-belit seperti ular. Selain itu, hingga kini Staf Khusus Andi Taufan Garuda Putra yang bermasalah itu, terus dirawat dan terus diberi gaji oleh negara. Luar biasa sekali.
Bisa jadi keberanian Staf Khusus dalam menerbitkan surat berlambang Garuda, sedang dan mau melegitemasi bahwa ketegasan Presiden patut dipertanyakan. Jadinya, mereka ibarat sapi-sapi paron yang hanya menghabiskan makanan yang dibiayai oleh negara. Sementara ribuan rakyat kecil kehilangan pekerjaan hingga berujung pada kematian. Sudah ada para Menteri, kok masih angkat lagi para Staf Khusus yang bikin habis uang negara. Fakta ini tidak saja jadi legenda, tapi layak untuk jadi materi ajar untuk Mata Pelajaran Sejarah Indonesia.
Kedua, “Saya mengutuk keras berbagai tindakan teror yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia atau di luar batas kemanusiaan”. Jujur statetman ini, saya sudah bosan mendengar dan baca pada berbagai media. Mengapa? Iya, karena faktanya, hanya nyaring bunyinya namun ompong langkah praksisnya. Jadi sangatlah layak jika, Bapak Jokowi masuk kategori pemimpin yang paling peka dan sosialis. Hihihihihih, memang kece badai, gaes.
Itulah cerita-cerita lama yang terjadi pada tahun lama dan tak layak melegenda. Bahkan harus digugui oleh para generasi penerus. Ehh, maksudnya tak boleh digugui oleh generasi penerus. Oleh karena itu, saya dan bahkan publik berharap, agar kiranya cerita-cerita lama yang terjadi pada tahun yang lama ini, tak boleh lagi bertumbuh, berkembang biak dan dirawat pada tahun baru 2021.
Dan jika para aktor pembuat cerita lama (pejabat korup) adalah manusia yang memiliki hati nurani, maka pada tahun baru pastinya mereka harus bertobat. Sebab hidup selalu berorientasi ke masa depan dan tidak pernah ada kata terlambat bagi siapa saja yang memiliki niat, komitmen dan harapan untuk berubah dan berbenah diri.
Jika pada tahun yang lama, saya dan kita sekalian mungkin pernah seperti pejabat negara yang tukang korup di tempat kerja kita masing-masing, maka pada tahun yang baru mari kita bertobat. Untuk itulah kita patut belajar dari masa lalu yakni dari cerita-cerita lama sebagaimana telah dikisahkan di atas.
Kita juga harus menyadari bahwa masa lalu selalu punya cerita dan makna unik tersendiri. Oleh sebab itu, kita tak pernah boleh membenci masa lalu. Begitupula tahun baru, tak boleh diagung-agungkan secara berkelebihan. Misalnya, merayakan pergantian tahun baru dengan minuman keras, pesta kembang, pesta seks, perjudian, ugal-ugalan di jalanan, atau pesta pora sejenisnya. Jika ini yang terjadi, maka kita tak jauh bedanya dengan sikap-sikap buruk yang pernah kita praktekan pada tahun yang lalu.
Walau masih diselimuti perasaan cemas, namun kita semua tetap berharap dalam doa, agar pada tahun yang baru 2021, kita semua sebagai warga NKRI, dapat menjadi pribadi-pribadi yang suka menulis cerita-cerita melalui tutur dan perilku yang humanis.
Sebaliknya melalui tugas dan pekerjaan di tempat kerja kita masing-masing, kita harus menjadikan diri kita sebagai garam dan terang dunia bagi sesama yang lain. Kita harus berani berubah. Berani menanggalkan berbagai topeng kepalsuan diri yang seringkali kita pakai demi kepentingan diri, lalu melukai dan mengorbankan sesama yang lain.
Di akhir goresan ini, sebagai rakyat kecil saya menitipkan tiga pesan dan harapan sebagai berikut. Pertama, pada tahun baru, pemerintah harus lebih tegas, baik dalam kata maupun perbuatan untuk memberantas koruptor, teroris, radikalisme dan paham-paham intoleran.
Kedua, pendemi covid-19 belum berakhir. Jadi segeralah berhenti untuk menjadikan covid-19 sebagai ruang, panggung atau momen untuk merawat perilaku KKN.
Ketiga, bagi enam Menteri yang baru (Mensos, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menag, Menteri Perdagangan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menkes) kerjalah dengan hati untuk rakyat. Tak boleh lagi mengikuti jejak Mensos yang pandai menulis cerita buruk yang melegenda.
Sebab yang melegenda itu, tidak saja hal baik, tapi hal burukpun akan menjadi legenda jika tidak cepat dipangkas dan benahi sejak dini. Semoga pejabat yang suka menulis cerita melegenda yang destruktif, cukuplah pada tahun lama 2020. Jangan lagi melegenda pada tahun baru 2021. Mari sambut tahun baru dengan ikhtiar dan cita-cita untuk membumingkan cerita-cerita melegenda yang membangun. Juga kita berharap agar corona cepat berlalu dari bumi manusia ini. Amin.
2 Komentar
Sabar ya pak pejabat. Eh, Pak Boy. Hehehe
BalasHapusSalam, Pak. untuk 2021 yang lebih cerah
Salam tahun baru. Semoga kita tetap sehat
Hapus