POLITIK SESAAT, ABADI ADALAH PERSAUDARAAN


                                                                jalandamai.org

                                              

Melihat polarisasi anak bangsa yang begitu tajam menjelang Pilkada 9 Desember 2020, perlu ada upaya serius baik dari pemerintah maupun rakyat untuk saling bekerja sama demi menyejukkan suasana. Sejuk tentang tutur dan laku, bukan sejuk seperti kota dingin Bajawa. Hehehe.

Sedianya, perbedahan pilihan politik adalah realitas yang lumrah. Namun menjadi tak wajar ketika perbedaan tersebut menjadi kontraporduktif yang bisa mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa tercinta ini.

Semisal, ketika kita menengok pada dinding facebook, di sana akan kita jumpai kata-kata yang berujung pada fanatisme yang sangat berlebihan antar tim sukses. Perang urat saraf melalui medsos pun terus terjadi. Ibarat guncangan bom yang melanda kota Hirosima dan Nagasaki.

Tak heran, jika masing-masing kubu membela mati-matian pasangan yang dibela. Seolah kubu A, pasti benar dan harus dibela mati-matian. Sementara kubu lain pasti salah dan harus dihujat. Bahkan dibully sedemikian rupa demi kemenangan pasangan yang diusung. Begitu pun sebaliknya. Seperti kata Rocky Gerung, mungkin inilah yang dinamakan kedunguan. Hihihihi.

Jika pembaca disodorkan pernyataan dan pertanyaan; bila dilihat dari skala prioritas bangsa-negara, kepentingan mana yang jauh lebih utama dan diperjuangkan antara Pilkada lima tahunan (yang pada realitanya menimbulkan riak-riak  perbedaan tajam dan bisa menggerus persatuan) atau persatuan dan kesatuan anak bangsa? Tentu saja, semua menginginkan keduanya. Sebab idealnya hajatan Pilkada walaupun selalu menghadirkan perbedaan pilihan, namun haruslah dalam kondisi sejuk dan damai, tentunya.

Hanya saja, siapakah yang bisa menjamin situasi tetap aman dan terkendali, sehingga tak merusak kesatuan dan hubungan keluarga yang satu dengan yang lain? Mau tidak mau, masing-masing dari kita sebagai anak bangsa (baik pemerintah maupun rakyat) mempunyai andil dan peran urgen untuk mengkondisikannya.

Itu berarti, ketika melihat fenomena-fenomena yang mengarah pada perpecahan, maka segera diatasi dan dicari solusinya agar tidak menyebar luas. Pastinya solusi yang humanis. Ini penting agar sejarah kelabu yang merenggut persatuan anak bangsa terulang kembali hanya gara-gara pilihan politik yang berbeda.

Namun penulis yakin, jika di antara kita lebih mengedepankan prinsip  menjaga kesejukan, menjalin komunikasi yang baik, saling bertukar gagasan ideal untuk kepentingan yang lebih luas, tidak fanatis  terhadap orang yang didukung serta menjadikan persatuan sebagai prioritas, maka perbedaan haluan politik di antara mereka yang kemudian menimbulkan konflik yang kontraproduktif bagi persatuanan dan kesatuan bangsa, tak akan terjadi.

Karenanya, bertepatan dengan hajatan Pilkada 2020 ini, alangkah indahnya jika perbedaan-perbedaan itu tak sampai pada konflik berkepanjangan. Untuk itu, setiap pribadi tanpa pengecualian, harus mampu menjadi sosok pemersatu, penyejuk, pendamai, dan peredam situasi buruk.

Dan pada akhirnya pribahasa, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Dapat menyata dalam kehidupan kita. Sebab politik sesaat. Bahkan fana. Sedangkan yang abadi adalah persaudaraan.

Karenanya, akan menjadi sangat ironis jika hanya karena Pilkada  lima tahunan, lantaran tak dapat mengola perbedaan, keutuhan dan kesatuan anak bangsa tercabik dan terenggut. Dan pada gilirannya rawan ditunggangi oleh orang-orang yang memiliki kepentingan sempit tingkat dewa***

Oleh Henrikus Rindu-Pemerhati masalah sosial
Tinggal di Kupang


Posting Komentar

2 Komentar

  1. Generasi muda saat ini banyak yg tidak tertarik dgn dunia politik.
    Seiring perkembangan zaman,kaum milenial kita lebih cenderung ke dunia digital(serba online).

    BalasHapus